Kamis, 09 Juli 2020

penatalaksanaan retensio Uteri


a.      Retensio plasenta
1)      Konep Dasar
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta reulang ( habitual retensio plasenta ). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawirohardjo, 2005
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir.  Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta) (David,2007).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.  Beberapa ahli klinik menangani setelah 5 menit.  Kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya tertahan (Varney’s, 2007).
2)      Fisiologi Plasenta
Klasifikasi plasenta merupakan proses fisiologis yang terjadi dalam kehamilan akibat deposisi kalsium pada plasenta.  Klasdifikasi pada plasenta terlihat mulai kehamilan 29 minggu dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan, terutama setelah kehamilan 33 minggu.
Selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat daripada pertumbuhan plasenta.  Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar ¼ luas permukaan myometrium dan ketebalanya tidak lebih dari 2-3 cm.  menjelang kehamilan aterm plasenta menempati sekitar 1/8 luas permukaan myometrium, dan ketebalannya dapat mencapai 4-5 cm.  ketebalan plasenta yang normal jarang melebihi 4 cm, plasenta yang menebal (plasentomegali) dapat dijumpai pada ibu yang menderita diabetes mellitus, ibu anemia (Hb < 8 gr%), hidrop fetalis, tumor plasenta, kelainan kromosom, insfeksi (sifilis,CMV), dan perdarahan plasenta.  Plasenta yang menipis dapat dijumpai pada pre eklampsia, pertumbuhan janin terhambat (PJT), infark plasenta, dan kelainan kromosom.  Belum ada batasan yang jelas mengenai ketebalan minimal plasenta yang msih dianggap normal.  Beberapa penulis memakai batasan tebal minimal plasenta normal antara 1,5 – 2,5 cm.
3)      Fisiologis Pelepasan Plasenta
Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium shingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta.  Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi pada area pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk.  Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (Who, 2001).
4)      Penyebab Retensio Plasenta 
       Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab diatas diasebut plasenta adhesive. 

Tabel 
Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala
Separasi / akreta parsial
Plasenta inkarserata
Plasenta akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang-banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali

5)   Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
      Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
      Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
(a)    Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
(b)Berikan antibiotika (Sesuai Instruksi dokter) karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral
(c) Lakukan eksplorasi digital (Bidan boleh melakukan) (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase (dilakukan oleh dokter obgyn)
(d)   Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (sesuai petunjuk dokter kandungan)
6)   Tanda dan gejala        
      Gejala yang selalu ada: Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: Tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
      Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada: Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul:  Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
      Penilaian retensio placenta harus dilakukan dengan benar karena ini untuk menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
(a)    Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
(b)   Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada plasenta akreta vili chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim dari pada biasa ialah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim.  Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa.  Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan percreta jarang terjadi.  Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya desidua yang terlalu tipis.  Plasenta
(c)    Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan miometrium
(d)   Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
(e)    Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri

7)      Penanganan Retensio plasenta dengan separasi parsial
(a)    Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil
(b)   Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
(c)    Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
(d)   Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan
(e)    Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
(f)    Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria / oral)
(g)   Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik
Penanagan plasenta akreta
(a)    Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
(b)   Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operati





1)      Penatalaksanaan Retensio Plasenta
            Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta sebaiknya bidan harus mengambil beberapa sikap dalam menghadapi kejadian Retensio plasenta yaitu:
(1)     Sikap Umum Bidan: melakukan pengkajian data secara subyektif dan obyektif antara lain: keadaan umum penderita, apakah ibu anemis, bagaimana jumlah perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan fundus uteri, mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkaserata, melakukan tes plasenta lepas dengan metode kustner, metode klein, metode starssman, metode manuaba, memasang infuse dan memberikan cairan pengganti
(2)     Sikap khusus bidan: pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak keluar dalam waktu 30 menit bidan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implatansinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (Depkes, 2008)

 
Prosedur Plasenta Manual


Langkah
Cara melakukan
1
Persiapan: pasang set dan cairan infuse, jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan, lanjutkan anastesia verbal atau analgesia per rectal, siapkan dan Jalankan Prosedur pencegahan infeksi
2
Tindakan Penetrasi ke Dalam Kavum Uteri: pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong; jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
3
Secara obstetric masukan tangan lainnya (pungung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat; setalah mencapai bukaan serviks,  kemudian Minta seorang asisten/ penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri
4
Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta; Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi dalam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain merapat); Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu); Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu); Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke tangan dan kiri sambil digeserkan ke atas (cranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus
5
Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.

6
Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra symphisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari adanya percikan darah)
7
Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasymphisis) uterus kea rah dorso cranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.
8
Lakukan tindakan pencegahan infeksi dengan cara: dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan; lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan clorin 0,5% selama 10 menit; cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir; keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering;
9
Lakukan pemantauan Pasca Tindakan: periksa kembali tanda vital ibu; catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan; tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan; beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan; lanjtan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum pindah ke ruang rawat gabung.




Catatan:
a.    Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium)
b.    Bila hanya sebagian dari implantsi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya nerekat erat maka hentikan pula plasenta ,manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per rectal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan
1)        Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta; meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih; pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tapat waktu dpat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
2)   Penanganan Retensio Plasenta Menurut Tingkatan :
Sebelum melakukan penanganan sebaiknya mengetahui beberapa hal dari tindakan Retensio Plasenta yaitu: retensio plasenta dengan perdarahan langsung melakukan manual plasenta; retensio plasenta tanpa perdarahan
(1)   Di tempat bidan: setelah dapat memastikan keadaan umum pasien segera memasang infuse dan memberikan cairan; merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik; memberikan transfuse proteksi dengan antibiotic; mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam pengaruh narkosa.
(2)   Tingkat Polindes: penanganan Retensio Plasenta dari tingkatan desa sebelumnya persiapan donor darah yang tersedia dari warga setempat yang telah di pilih dan dicocokkan dengan donor darah pasien.  Diangnosis yang lakukan stabilisasi dan kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus adhesiva simpleks berikan uterotonika antibiotika serta rujuk untuk kasus berat.
(3)   Tingkat Puskesmas: diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus resiko rendah rujuk kasus berat dan berikan uterotonika antibiotika.
(4)   Tingkat Rumah Sakit: diagnosis stabilisasi plasenta manual histerektomi transfusi uterotonika antibiotika kedaruratan komplikasi.




1)        Penanganan secara umum
a)      Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut
b)      Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi kandung kemih
c)      Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit I.M. jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III
d)      Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta
e)      Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
f)       Jika traksi pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual
g)      Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati
h)      Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau) berikan  antibiotik untuk metritis
i)        Sewaktu suatu bagian dari plasenta-satu atau lebih lobus-tertinggal, akan menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif
j)        Raba bagian dalam uterus utuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar
k)      Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar
l)        Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.