1)
Robekan perineum
a) Konep Dasar
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan
atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh
kepala janin dengan cepat. Dan adanya robekan perineum ini dibagi menjadi:
robekan perineum derajat 1, robekan perineum derajat 2, 3 dan 4.
Derajat I:
mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum; derajat II: mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot perineum; derajat III: mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna;
derajat IV: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum,
otot spingter ani eksterna, dinding rektum anterior.
Robekan
perineum yang melebihi derajat I harus dijahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum
plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan
secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu plasenta lahir.
Dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan luka dengan
cairan anti septik dan luas robekan ditentukan dengan seksama (Sumarah,2009).
Pada
robekan perineum derajat 2 setelah diberi anestesia lokal otot-otot diafragma
urogenitalis dihubungkan digaris tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada
vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan
bawahnya (Sumarah,2009).
Menjahit
robekan perineum derajat 3 harus dilakukan dengan teliti; mula-mula dinding
depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup, dan muskulus
sfingter ani aksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan
robekan seperti pada robekan perineum derajat 2. untuk mendapatkan hasil yang
baik pada robekan perineum total perlu tindakan penanganan pasca pembedahan
yang sempurna (Sumarah,2009).
Penderita
diberi makanan yang tidak mengandung selulosa dan mulai hari ke-2 diberi
paraffinum liquidum sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke-6
diberi klisma minyak (Sumarah,2009).
c) Perbaikan robekan tingkat I dan II untuk
menjahit robekan pada perineum dan vaginan
Umumnya robekan tingkat I dapat sembuh sendiri tidak perlu dijahit,; kaji ulang prinsip dasar peraswatan;
berikan dukungan emosional; pastikan tidak ada alergi terhadap lidokain atau
obat-obatan sejenis; periksa vagina, perineum, dan serviks; Jika robekan
panjang dan dalam, periksa apakah robekan itu tingkat II atau IV dengan cara: masukan
jari yang bersarung tangan ke anus, identifikasi sfringter, rasakan tonus dari
springter, ganti sarung tangan
Jika aspringter kena, lihat reposisi robekan tingkat III dan IV, Jika
springter utuh, teruskan reparasi, A dan antiseptik di daerah robekan, masukan
jarum pada ujung atau pojok laserasi atau luka dan dorong masuk sepanjang luka
mengikuti garis tempat jarum jahit akan masuk atau keluar, sspirasi dan
kemudian suntikan sekitar 10 ml lidokain 0.5% di bawah mukosa vagina, dibawah
kulit perineum, dan pada otot-otot perineum tunggu 2 menit agar anestesi
efektif. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cronik 2-0
Lakuakn jahitan pada daerah otot perineum jika terkena sampai ujung luka
pada perineum secara jelujur daengan catgut cronik 2-0; lihat kedalam luka
untuk mengetahui letak ototnya untuk menjahit kulit cari lapisan subkutikuler
persis dibawah lapisan kulit; lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali
kearah batas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina
2)
Robekan vagina
a) Konsep dasar
Perlukaan Vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak
seberapa sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi
lebih sering sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih kalau kepala bayi harus diputar. Robekan
dinding lateral dan bahu terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan
biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan. Kadang-kadang robekan
atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya uterina terputus, timbul banyak
perdarahan yang membahayakan jiwa penderita.
Apabila perdarahan demikian itu sukar dikuasai dari bawah, terpaksa
dilakukan laparatomi dan ligamentum latum dibuka untuk menghentikan perdarahan,
jika hal yang terakhir ini tidak berhasil, arteria hipogastrika yang
bersangkutan perlu diikat
b)
Perlukaan Vagina terdiri dari :
(1) Kolpaporeksis adalah robekan melintang
atau miring pada bagian atas vagina hal ini terjadi apabila pada persalinan
dengan Disproporsi Sefalopelviks terjadi regangan segmen bawah uterus dengan
serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dan tulang panggul sehingga
tarikan keatas langsung ditampung oleh vagina. Jika tarikan teratas dengan
bagian yang lebih bawaah dan yang berfiksasi pada jaringan sekitarnya.
Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila tindakan pervaginam dengan memasukan
tangan penolong kedalam uterus dibuata kesalahan, yang fundus uteri tidak
ditahan oleh tangan luar supaya uterus tidak naik keatas.
Gejala – gejala yang timbul yaitu pasien gelisah, pernafasan dan nadi
menjadi cepat serta dirasakan nyeri terus menerus dibawah perut. Segmen bawah
uterus tegang nyeri pada perabaan dan lingkaran retraksi tinggi sampai
mendekati pusat dan linga menta rotunda tegang.
(2) Fistula akibat pembedahan vaginal makin
lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak
banyak diganti dengan SC. Fistula dapat terjadi menandakan karena perlukaan
pada vagina yang menembus kandung kencing atau rektum, misalnya oleh karena robekan serviks menjalar
ketempat-tempat tersebut. Jika kandung
kencing luka, air kencing segera keluar melalui vagina. Fistula dapat juga terjadi karena dinding vagina
dan kandung kencing atau rektum tertekan lama antara kepala janina dan panggul,
sehingga terjadi iskemia, akhirnya terjadinya nekrosis jaringan yang tertekaan.
Setelah lewat beberapa post partum, jaringan nekrosis terlepas, terjadilah
fistula disertai inkontinensia. Fistula dapat berupa fistula uterovaginalis,
atau juga fistula rektovaginalis. Bila ditemukan perlukaan kandung kencing
setelah persalian selesai harus segera dilakukan penjahitan, lalu pasang
daueercateter untuk beberapa lama fistula kecil dapat menutup sendiri apabiala
fistula tdak sembuh sendiri maka sesudah 3 bulan post partum dapat dilakukan
operasi untuk menutupnya.
b)
Etiologi
Penyebab robekan vagina
terdiri dari: persalinan
buatan atau cunam, Vagina
yang sempit, Arcus pubis yang
sempit, Lanjutan dari
laserasi serviks, posisi
oksipito posterior, anak besar,
kepala bayi terlalu cepat lahir,
kepala bayi diputar setelah sesaat
kepala bayi lahir
c)
Tanda
atau gejala robeknya Vagina
Tanda dan gejala yang selalu
ada: adanya perdarahan segar
(perdarahan post partum); darah
segar dan mengalir segera setelah bayi lahir; Plasenta lahir lengkap; Uterus berkontraksi
Tanda dan gejala yang kadang –
kadang ada: pucat, lemah, mengigil
d)
Pencegahan Laserasi
Laserasi spontan pada vagina
atau perineum dapat terjadi saat bayi dilahirkan, terutama saat kelahiran kepala
dan bahu. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkam terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasa dengan ibu selama
persalinan dan gunakan manufer tangan yang tepat untuk mengendalikan kelahiran
bayi serta membantu mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan
terutama saat kepala bayi dengan diameter 5-6 cm telah membuka vulva
(krowning). Kelahiran kepala
yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada jaringan vagina dan perineum
untuk melakukan
penyesuaian dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Saat kepala
mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan berhenti
untuk beristirahat atau bernapas dengan cepat.
3) Robekan serviks
a) Konep
Dasar
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga
serviks seorang multipara berbeda dengan yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar
ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti walaupun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
berkontraksi baik, perlu dipikirkan adanya perlukaan jalan lahir khususnya
robekan serviks uteri. Dalam keadaan ini serviks harus diperiksa dengan
spekulum. Pemeriksaan juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan
obstetrik yang sulit.
Apabila ada robekan serviks perlu ditarik keluar dengan
beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik.
Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, baru kemudian dilakukan jahitan
terus ke bawah. Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri mengalami
tekanan kuat oleh kepala janin sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat tekanan
kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan seviks secara
sekuler. Pelepasan ini dapat dihindari dengan tindakan seksio sesarea jika
diketahui ada distosia servikalis. Apabila sudah terjadi pelepasan serviks
biasanya tidak dibutuhkan pengobatan hanya jika ada perdarahan, tempat
perdarahan dijahit. Jika bagian serviks yang terlepas masih berhubungan dengan
jaringan lain sebaiknya hubungan itu diputuskan (Sumarah,2009).
Robekan yang kecil-kecil selalu terjadi pada persalinan. Oleh
karena itu, robekan yang harus mendapat perhatian kita adalah robekan yang
dalam, yang kadang-kadang sampai ke vornik. Robekan boasanya terdapat dipinggir
samping servik bahkan kadang-kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka
parametrium. Robekan yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang
besar dan menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya
terjadi pada persalinan buatan, ekstraksi dengan forceps, ektraksi pada letak
sungsang, versi dan akstraksi, dekapitasi, pervorasi, dan kraniokasi terutama
jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. Robekan ini jika tidak
dijahit selain menimbulkan perdarahan juga dapat menjadi penyebab servisitis,
parametritis, dan mengkin juga terjadi pembesaran karsinoma servik,
kadang-kladang menimbulkan perdarahan nifas yang lambat (obstetric patologi
Unpad, edisi 2, 2005).
Perdarahan pasca persalinan pada uterus yang berkontraksi
baik harus memaksa kita untuk memeriksa servik uteri dengan pemeriksaan
speculum sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit
menjadi indikasi untuk pemeriksaan speculum (obstetric patologi Unpad, edisi 2,
2005).
Robekan serviks harus dijahit jika berdarah atau lebih besar
dari 1 cm. kadang-kadang bibir depan serviks tertekan antara kepala anak dan
sympisis, terjadi nekrosis dan terlepas (obstetric patologi Unpad, edisi 2,
2005).
Adakalanya portio keseluruhannya terlepas, bagian yang terlepas
itu merupakan cincin (circular detacment) ini terutama terjadi pada primitua.
(obstetric patologi Unpad, edisi 2, 2005).
b)
Diagnosa
Jika perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik harus
dilakukan pemeriksaan cerviks secara inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya
semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan
inspekulo.
c) Etiologi
Etiologi robekan serviks yaitu: partus presipitatus, trauma karena karena
pemakaian alat seperti cunam, vakum ekstraktor, melahirkan kepala janin dengan
letak sungsang secara paksa padahal pembukaan serviks uteri belum lengkap,
partus lama dimana telah terjadi serviks edem sehingga jaringan serviks sudah
menjadi rapuh dan mudah robek
d)
Perbaikan
Robekan Serviks (dilakukan oleh
dokter spesialis kandungan)
Perbaikan robekan pada serviks yaitu dengan tindakan diantaranya:
tindakan antisepsis pada vagina dan serviks; berikan dukungan emosional dan
penjelasan; tidak memerlukan anestesi, jika robekan luas atau sampai ke atas
beri petidin dan diazepam secara IV; asisten menahan fundus; bibir serviks
dijepit dengan klem ovum, pindahkan bergantian searah jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat
diperiksa, pada bagian yang terdapat robekan tinggalkan dua klem diantara dua
robekan; jahit robekan serviks dengan cutgut kromik secara jelujur mulai dari
apeks; jika sulit diikat, apeks jepit dengan klem ovum atau arteri klem
dipertahankan 4 jam, kemudian sesudah 4 jam klem dilepas sebagian, sesudah 4
jam berikutnya lepas semua; jika sampai puncak vagina robek lakukan laparatomi
Prosedur penjahitan porsio merupakan salah satu upaya untuk
menghentikan sumber perdarahan dan konservasi fungsi fisiologisnya. Setiap
robekan porsio yang melebihi ukuran panjang 2 cm, harus dilakukan penjahitan.
Penjahitan dimulai dari 1 cm di atas ujung luka, yang bertujuan untuk
hemostasis. Setelah prosedur awal tersebut selesai, arah jahitan menuju ke
bagian distal. Karena porsio pascapersalinan sangat lunak, maka jahitan harus
cukup erat dan dapat mempertemukan tepi robekan secara sposisi. Tarikan atau
ikatan yang terlalu kuat, justru akan merobek jaringan tersebut atau
memperlambat penyembuhan. Dengan indikasi: perdarahan massif dari robekan
porsio, robekan porsio ≥ 2 cm.
Penjahitan portio dilakukan secara hati-hati pada Perdarahan
yang disebabkan oleh robekan porsio dengan komplikasi yang belum teratasi,
misalnya syok hipovolemik, syok septic, infeksi berat, edema paru, gagal
jantung.
e) Langkah Klinik :
Lakukan informed consent (Persetujuan
Tindakan Medik). Persiapan sebelum tindakan adalah:
(1)
Pasien beri Cairan dan slang infus sudah terpasang.
Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air sabun; lakukan uji
fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasikardiopulmoner; siapkan alas bokong,
sarung kaki dan penutup perut bawah
(2)
Medikamentosa: Analgetika: Pethidin 1-2 mg/kg BB
(sediakan antidotum), Ketamin HCl 0,5 mg/kg BB, Tramadol 1-2 mg/kg BB; Sulfas
atropine 0,25-0.50 mg/ml; Sedative (Diazepam 10 mg); Antibiotika; Larutan
antiseptic (povidon lodin 10%); Oksigen dengan regulator
(3)
Instrumen: Cunam tampon: 1; Klem ovum (fenster clamp): 5; Spekulum slimm’s
dan/atau L: 4; Perlengkapan jahit; Penjepit jarum (25 cm) dan jarum jaringan
semilunaris No. 6: 1; Benang kromik No. 0: 1 rol; Gunting benang (18-25 cm): 1;
Pinset anatomis (18-25 cm): 1; tabung 5 ml dan jarum suntik No. 23 (sekali
pakai): 2
(4)
Pesiapan penolong (operator dan asisten): baju kamar
tindakan, pelapis plastic, masker kacamata pelindung: 3 set; sarung tangan
DTT/steril: 4 pasang; tensimeter dan stetoskop: 1 set; alas kaki (sepatu/’boot’
karet): 3 pasang; lampu sorot: 1 set.
f) Pencegahan infeksi sebelum tindakan
Tindakan: Siapkan
pasien dalam posisi lithotomic; bila penderita tidak dapat berkemih, lakukan
kateterisasi; cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan; masukkan kateter
di tempat yang tersedia (dekontaminasi); pasang bilah speculum bawah secara
vertical, kemudian putar gagang speculum ke bawah; pasang speculum atas, atur
sedemikian rupa sehingga dinding vagina dan porsio tampak dengan jelas.
g) Eksplorasi ulangan (sebelum tindakan)
(1)
Periksa pandang apakah terdapat robekan pada dinding
vagina atau bagian lain. Ambil tindakan yang sesuai apabila ditemukan robekan
jalan lahir lainnya (selain porsio).
(2)
Setelah eksplorasi dinding vagina selesai, minta
asisten untuk memegang speculum dan pertahankan pada posisinya.
(3)
Tangan kiri dan kanan, masing-masing memegang klem ovum
kemudian jepit porsio depan dengan klem kiri 2,5 cm lateral dari tempat
tersebut, jepitkan klem kanan (terhadap posisi penolong).
(4)
Lepaskan klem pertama, pindahkan lagi ke bagian porsio
2,5 cm di sebelah klem kedua dan seterusnya (mengikuti putaran jarum jam).
(5)
Lakukan langkah tersebut di atas (jepit bergantian)
sehingga semua bagian porsio dapat diperiksa.
(6)
Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem di
antara robekan, lanjutkan pemeriksaan dengan 2 klem yang lain.
h)
Penjahitan
(1)
Ambil kedua klem yang menandai tempat robekan.
(2)
Perbaiki posisi klem kiri dan kanan (di antara tempat
robekan) dengan memindahkan masing-masing klem ke lateral kiri dan kanan
(dengan jarak 2,5 cm dari tepi robekan kiri dan kanan).
(3)
Upayakan agar cakupan jepitan klem dapat mencapai garis
yang melalui titik paling ujung dari robekan.
(4)
Bila pasien mengeluhkan adanya rasa nyeri yang
disebabkan oleh penjepitan atau pasien tidak kooperatif (gelisah), instruksikan
asisten untuk menyuntikkan sedative dan analgetika.
(5)
Bila ujung robekan dapat dicapai, teruskan jarum
dimulai dari 1 cm di atas luka, ikat dengan jahitan angka delapan.
(6)
Operator sebagai patokan arah: mulai penjahitan dari
bagian paling distal terhadap operator; tusukkan jarum pada bagian luar karena
porsio tembuskan ke dalam dan silangkan ke dalam kiri, tembuskan ke kiri luar
distal, menyeberangi garis robekan ke luar kanan distal menembus dalam kanan
distal, silangkan ke kiri dalam proksimal kemudian menembus ke kiri luar proksimal;
buat simpul kunci danjepit sisa benang sebagai panduan jahitan berikut; lanjutkan
penjahitan dengan cara yang sama hingga ke ujung luar robekan hingga seluruh
robekan porsio terjahit dengan baik dan perdarahan dapat diatasi.
i)
Eksplorasi
ulangan (pascatindakan)
Lakukan pemeriksaan ulangan denganmenjepit porsio dengan 2 klem
ovum kemudian balikkan posisi gagang klem agar permukaan dalam porsio dapat
diperiksa; pastikan perdarahan dari robekan porsio dapat diatasi; kontrol
perdarahan pada bagian lain dari porsio; anjutkan eksplorasi pada bagian lain
setelah penanganan pada porsio selesai; Kontrol perdarahan pada dinding vagina
atau sekitar vulva (apabila ditemukan); bersihkan porsio dan lumen vagina
dengan kapas antiseptic; lepaskan klem ovum yang masih terpasang pada porsio; Keluarkan
speculum. Lakukan dekontaminasi pada alat-alat bekas pakai kemudian cuci tangan
pascatindakan
j)
Perawatan
pascatindakan
(1)
Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan
tindakan dan buat instruksi, apabila diperlukan.
(2)
Catat kondisi pasien pascatindakan dan buat laporan
tindakan di dalam kolom yang tersedia pada status penderita.
(3)
Buat instruksi pengobatan lanjutan, pemantauan kondisi
pasien dan kondisi yang harus segera dilaporkan.
langkah-langkah hekting vagina Grade II
A. Persiapan Alat |
1. Bak steril berisi
|
a. Sepasang sarung tangan steril
|
b. Doek steril
|
c. Nalvoelder (pemegang jarum)
|
d. Pinset anatomis (ada gigi)
|
e. Pinset chirurgis (ada gigi)
|
f. Jarum jahit
|
g. Benang jahit/chromic
|
h. Gunting benang
|
i.
Tampon
vagina
|
j.
Kasa
steril
|
2. Spuit 10 ml
|
3. Obat anastesi lokal à lidokain 1%
|
4. Betadin solution
|
5. Larutan DTT
|
6. Larutan klorin 0,5%
|
7. Tempat sampah basah
|
8. Tempat sampah kering
|
B. Persiapan Penolong |
1.
Memberi salam dan memperkenalkan
diri
|
2.
Memakai skort dan kaca mata
pelindung
|
C.
Persiapan Pasien
|
1.
Menginformasikan tujuan dan prosedur
tindakan
|
2.
Mengatur pasien bersikap lithotomi
dengan bokong di pinggir tempat tidur
|
3.
Membersihkan vulva dan sekitarnya
dengan larutan DTT
|
D. Langkah – langkah
|
1.
Memasukkan spuit 10 ml ke dalam bak
steril dalam keadaan steril
|
2.
Membuka ampul obat anastesi
|
3.
Mencuci tangan dan mengenakan sarung
tangan steril
|
4.
Memasukkan obat anastesi ke dalam
spuit
|
5.
Memasang doek steril di bawah bokong
pasien
|
6.
Rabalah seluruh daerah luka dengan
ujung jari, lihat dan perhatikan letak ujung luka
|
7.
Suntikkan obat anastesi
|
8.
Pasang vagina tampon bila perlu
|
9.
Jepit jarum jahit dengan nalveoder
|
10. Pasang
benang jahit pada jarum
|
11. Pegang
pincet anatomis dengan tangan kiri, nalvoeder dengan tangan kanan. Pastikan
obat anastesi telah bereaksi
|
12. Dengan
bantuan pinset, tempatkan jahit pertama 1 cm di atas ujung luka, tarik jarum
dengan bantuan pinset
|
13. Ikat
ujung jahitan dengan simpul mati 2x dan potong sisa benang kira – kira 1 cm
di atas simpul
|
14. Jahitlah
mukosa vagina dengan teknik jelujur hingga mencapai lingkaran himen
|
15. Tusukkan
jarum menembus mukosa vagina di belakang himen hingga ujung jarum mencapai
luka pada daerah perienum.
|
16. Periksa
tepi luka.
|
17. Lanjutkan
melakukan penjahitan hingga ujung kaudal luka. Pastikan bahwa setiap jahitan
pada tiap sisi memiliki ukuran yang sama dan otot yang berada di bagian dalam
sudah tertutup.
|
18. Setelah
mencapai ujung luka, arahkan jarum ke kranial dan mulai melakukan penjahitan
lapisan kedua secara jelujur untuk jaringan subkutikulair. Lapisan jahitan
ini akan meninggalkan luka kira – kira sedalam 0,5 cm.
|
19. Setelah
selesai jahitan subkutikulair, masukkan jarum dari daerah perineum ke arah
vagina. Ujung jarum harus keluar di belakang lingkaran himen.
|
20. Ikat
benang dengan simpul 3x. Potong ujung benang kira – kira 1,5 cm dari atas
simpul. Tempelkan kasa steril yang telah diberi betadin solotion pada jahitan
perineum dan pasang softex.
|
21. Beritahukan
kepada pasien bahwa tindakan telah selesai dilakukan.
|
22. Bersihkan
pasien, ganti pakaiannya dengan yang bersih, buatlah pasien merasa nyaman.
|
23. Rendam
semua alat – alat yang telah dipakai dalam larutan klorin 0,5%. Buka sarung
tangan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% dan rapihkan alat – alat yang
lain.
|
24. Mencuci
tangan dan membuka skort dan kaca mata pelindung.
|
E. Sikap |
|
|
|
|
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q.ME
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-Q
~domino99
~poker
~bandar66
~sakong
~aduQ
~capsa susun
~perang baccarat (new game)
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217