Senin, 06 Juli 2020

penatalaksanaan atonia uteri dengan KBI dan KBE


a.      Atonia uteri
1)      Konep Dasar
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.
Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.
Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum3.
2)      Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain: overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi; umur yang terlalu muda atau terlalu tua; multipara dengan jarak keahiran pendek; partus lama/partus terlantar; malnutrisi; dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Grandemultipara; Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr); Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi); Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn); Partus lama (exhausted mother); Partus precipitates; Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis); Infeksi uterus; Anemi berat; Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus); Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual; Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas; IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati); Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.
3)Manifestasi Klinis
         Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan: uterus tidak berkontraksi dan lembek; perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer).

 

1)     Pencegahan Atonia Uteri            
     Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
     Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
     Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
2)Manajemen Atonia Uteri
a)   Resusitasi: Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
b)   Masase dan kompresi bimanual: Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
c)    Jika uterus tidak berkontraksi maka: bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks; pastikan bahwa kandung kemih telah kosong; lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.  Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
d)   Pemberian uterotonika
     Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
     Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
     Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

langkah-langkah KBI dan KBE

A.    Persetujuan Tindakan Medik

1.      Beritahu pasien dan keluarganya, bahwa terjadi komplikasi perdarahan pasca persalinan dengan dugaan Hipo / Atonia uteri, sehingga diperlukan tindakan tambahan untuk menatalaksana komplikasi tersebut.
2.      Jelaskan resiko komplikasi tersebut, keberhasilan tindakan dan kemungkinan perlunya tindakan lanjutan yang lain
3.      Pastikan pasien dan keluarganya telah mengerti penjelasan di atas, mintalah persetujuan tertulis dan masukkan lembar persetujuan dalam status.

B.  Persiapan Sebelum Tindakan Pasien

1.      Pasang infus dan cairannya.
2.      Bersihkan bagian bawah tubuh pasien, siapkan alas bokong dan penutup perut bawah.
3.      Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner.
4.      Larutan antiseptik.
5.      Oksigen dan regulatornya.
6.      Instrumen

C.    Persiapan Alat

  1. Kasa gulung
  1. Cocor bebek / Sim
  1. Tampon tang
  1. Kapas cebok
  1. Klem ovum
  1. Gurita

D.    Persiapan Penolong

  1. Baju kamar tindakan, schort, alas kaki, masker dan kacamata 3 set
  1. Sarung tangan panjang steril kanan untuk operator dan sarung tangan standar 4 pasang
  1. Tensimeter dan stetoskop
  1. Lampu sorot

E.  Pencegahan Insfeksi

  1. Cuci tangan dan lengan bawah sampai siku keringkan dengan handuk..
  1. Pakai baju, masker, schort, kacamata dan alas kaki.
  1. Pakai sarung tangan steril untuk tangan kanan.
  1. Siapkan pasien dalam posisi lithotomi, pasang alas bokong san penutup perut bawah.
F.  Tindakan
  1. Kosongkan kandung kemih.
  1. Setelah kandung kemih dikosongkan, cabut keteter dan masukkan ke dalam wadah yang berisi cairan klorin 0,5%.
  1. Pasang spikulum bawah dan atas. Bila diperlukan pasang spikulum lateralis kiri dan kanan.
  1. Tentukan bahwa pendarahan memang keluar melalui ostium serviks, bukan dari laserasi atau robekan jalan lahir.
  1. Lepaskan spikulum dan letakkan di dalam wadah yang tersedia.
  1. Bersihkan sarung tangan, lepas dan rendam secara terbalik dalam larutan klorin 0,5%.
  1. Cuci tangan dan lengan, keringkan dengan handuk.
  1. Pakai sarung tangan steril secara benar.
  1. Pastikan cairan infus berjalan baik dan uterotonika sudah diberikan.
G.  Kompresi Bimanual Internal
  1. Penolong berdiri di depan vulva, oleskan larutan antiseptik pada sarung tangan kanan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri sisihkan kedua labium mayus ke laternal dan secara obstetrik, masukkan tangan kanan melalui anteniar.
  1. Kepalkan tangan kanan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking pada formiks anterior, dorong uterus ke kranio anteniar.
  1. Telapak tangan kiri menekan bagian belakang korpus uteri.
  1. Lakukan kompresi uterus dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dengan kepalan tangan kanan pada formiks anteniar.
  1. Perhatikan perdarahan yang terjadi. Bila perdarahan berhenti pertahankan posisi sedemikian hingga kontraksi uterus membaik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan ke tindakan berikut.
  1. Keluarkan tangan kanan bersihkan sarung tangan dan rendam dalam klorin 0,5%.
  1. Cuci tangan dengan lengan, keringkan dengan handuk.
  1. Pakai sarung tangan steril yang baru secara benar.

H.  Kompresi Bimanual Ekstern

  1. Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu.
  1. Tekan dinding perut bawah untuk menaikkan fundus uteri agar telapak tangan kiri dapat mencakup dinding belakang uterus.
  1. Pindahkan posisi tangan kanan sehingga telapak tangan kanan dapat menekan korpus uteri bagian depan.
  1. Tekan korpus uteri dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dan kanan dan perhatikan perdarahan terjadi.
  1. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti lanjutkan ke langkah berikut.

I.  Kompresi Aorta Abdominalis

  1. Baringkan ibu di ranjang, penolong di sisi kanan pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien setinggi pinggul penolong.
  2. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata* tidak menggunakan penopang kaki dengan sedikit fleksi pada artikulosio caxae.
  3. Raba pulsasi arteri femoralis dan perdarahan yang terjadi.
  4. Kepalkan kiri dan tekankan punggung dan jari telunjuk  hingga kelingking pada umbilicus, tegak lurus ke arah kolumna vertebralis hingga berhenti pada bagian tulang yang kasar.
  5. Perhatikan pulsasi arteri femoralis dan perdarahan yang terjadi.
  1. Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik. Perhatikan:
·         Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik.
·         Bila kontraksi membaik tetai perdarahan masih berlangsung.
·         Bila kompresi sulit, pasang tampon padat utero – vaginal dan gurita kencang sebelum dirujuk.
·         Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik.
·         Tampon utero vagina

J. Tampon Utero Vagina

  1. Pasang spekulum, jepit bibir depan porsio dengan klem ovum, minta asisten untuk menahan fundus dengan telapak tangan
  2. pegang klem ovum dengan tangan kiri, masukan ujung kassa gulung kedalam uterus hingga mencapai fundus
  3. lakukan berulang kali hingga seluruh cavum uteri dan vagina dipenuhi kassa ( lakukan penyambungan jika diperlukan). Sisihkan 15 cm kassa bagian ujung untuk ekstraksi kemudian. Pasang kateter menetap jika kassa di dalam vagina menekan uretra.
  4. lakukan kompresi luar dengan jalan memasang gurita kencang pada perut ibu
  5. segera keluarkan tampon apabila:
-          perdarahan masif telah sangat berkurang
-          pastikan pemberian infus dan uterotonika
-          berikan antibiotika kombinasi (Ampisilin 3X1 gram dan metronidazol 3X500mg)
-          tampon tidak boleh terpasang lebih dari 24 jam.
J.      Pencegahan Infeksi Pasca Tindakan
  1. Setelah perdarahan teratasi dan kondisi pasien stabil, dikontaminasi instrumen dan kelola limbah.
  1. Dekontaminasi bagian – bagian yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.
  1. Bersihkan sarung tangan, lepaskan secara terbalik dan rendam dalam klorin 0,5%.
  1. Cuci tangan dan lengan, keringkan dengan handuk.

K.   Perawatan Lanjutan

  1. Perhatikan tanda vital, perdarahan dan kontraksi uterus tiap 10 menit selama 2 jam pertama.
  1. Tuliskan hasil tindakan dan intruksi perawatan lanjutan.
Jelaskan dan serahkan pemantauan dan status pada petugas.
  1. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya tentang tindakan dan hasilnya serta perawatan lanjutan yang masih diperlukan.

1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus