a.
Atonia uteri
1)
Konep Dasar
Atonia uteria (relaksasi otot
uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium
uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan
post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir
hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan
hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.
Atonia
uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia
uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot
miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah
bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan
perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.
Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan
faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat
disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau
abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau
kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di
uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari
kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama
bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari
inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi
terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat,
beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah,
toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat
hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat
resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan
merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum3.
2)
Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri
antara lain: overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia,
polihidramnion, atau paritas tinggi; umur yang terlalu muda atau
terlalu tua; multipara dengan jarak
keahiran pendek; partus lama/partus terlantar; malnutrisi;
dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan
sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Grandemultipara; Uterus yang
terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr); Kelainan
uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi); Plasenta previa dan
solutio plasenta (perdarahan anteparturn); Partus lama (exhausted mother); Partus
precipitates; Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis);
Infeksi uterus; Anemi berat; Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam
persalinan (induksi partus); Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau
riwayat plasenta manual; Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan
mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas; IUFD yang sudah lama,
penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati); Tindakan operatif dengan
anestesi umum yang terlalu dalam.
3)Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita
menemukan: uterus tidak berkontraksi
dan lembek; perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer).
1)
Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III
dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan
utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan
tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pemberian oksitosin
paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus
dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu
pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150
cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu
karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan
mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan
onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin
4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin
bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin
ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
2)Manajemen Atonia Uteri
a)
Resusitasi: Apabila terjadi perdarahan pospartum
banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian
cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan
monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
b)
Masase
dan kompresi bimanual: Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi
kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan
fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka
lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi
tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan
serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
c)
Jika uterus tidak berkontraksi maka: bersihkanlah bekuan
darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks; pastikan bahwa
kandung kemih telah kosong; lakukan kompresi
bimanual internal (KBI) selama 5 menit.. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI
selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan
ketat. Jika uterus tidak
berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual
eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan
ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus
menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin.
Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI Jika uterus berkontraksi,
pantau ibu dengan seksama selama kala empat. Jika uterus tidak berkontraksi maka
rujuk segera
d)
Pemberian uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang
diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi
uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan
timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi
dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan
lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain
yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan
ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian
IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai
dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika
diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan
sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg,
yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara
rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1
g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari
beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan
84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri
maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi.
langkah-langkah KBI dan KBE
A. Persetujuan Tindakan Medik |
1. Beritahu pasien dan keluarganya, bahwa
terjadi komplikasi perdarahan pasca persalinan dengan dugaan Hipo / Atonia
uteri, sehingga diperlukan tindakan tambahan untuk menatalaksana komplikasi
tersebut.
|
2. Jelaskan resiko komplikasi tersebut,
keberhasilan tindakan dan kemungkinan perlunya tindakan lanjutan yang lain
|
3. Pastikan pasien dan keluarganya telah
mengerti penjelasan di atas, mintalah persetujuan tertulis dan masukkan
lembar persetujuan dalam status.
|
B. Persiapan Sebelum Tindakan Pasien |
1.
Pasang infus dan cairannya.
|
2.
Bersihkan bagian bawah tubuh pasien,
siapkan alas bokong dan penutup perut bawah.
|
3.
Uji fungsi dan kelengkapan peralatan
resusitasi kardiopulmoner.
|
4.
Larutan antiseptik.
|
5.
Oksigen dan regulatornya.
|
6.
Instrumen
|
C. Persiapan Alat |
|
|
|
|
|
|
D. Persiapan Penolong |
|
|
|
|
E. Pencegahan Insfeksi |
|
|
|
|
F.
Tindakan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
G.
Kompresi Bimanual Internal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
H. Kompresi Bimanual Ekstern |
|
|
|
|
|
I. Kompresi Aorta Abdominalis |
|
·
Bila
perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik.
·
Bila
kontraksi membaik tetai perdarahan masih berlangsung.
·
Bila
kompresi sulit, pasang tampon padat utero – vaginal dan gurita kencang sebelum
dirujuk.
·
Kompresi
baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik.
·
Tampon
utero vagina
|
J. Tampon Utero Vagina |
-
perdarahan
masif telah sangat berkurang
-
pastikan
pemberian infus dan uterotonika
-
berikan
antibiotika kombinasi (Ampisilin 3X1 gram dan metronidazol 3X500mg)
-
tampon
tidak boleh terpasang lebih dari 24 jam.
|
J. Pencegahan Infeksi Pasca Tindakan |
|
|
|
|
K. Perawatan Lanjutan |
|
Jelaskan dan serahkan pemantauan dan
status pada petugas.
|
|
ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
BalasHapusdapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q